Yohanes 12:24, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.”
Kita telah memahami bahwa menyerahkan jiwa ke dalam maut bukan berarti organ dan fungsi jiwa kita dilenyapkan. Walaupun berbagai organ dari jiwa kita telah mengalami kehilangan dalam maut, namun semuanya tetap ada. Kita tidak akan menjadi orang yang tanpa perasaan dan dingin seperti kayu dan batu.
Jiwa adalah diri dan kepribadian seseorang. Jiwa sebagai organ dan fungsi tetap ada, tetapi jiwa sebagai hayat harus disangkali sama sekali. Setelah seluruh milik hayat jiwa diserahkan kepada maut, barulah Roh Kudus dapat memakai semua organ dan fungsi jiwa itu (pikiran, emosi, tekad), tanpa campuran hayat alamiah.
Dalam hal ini nyatalah hayat kebangkitan! Jika kita belum menerima hayat Allah yang adikodrati, maka bila hayat jiwa kita melewati maut, kita akan mati dan lenyap, tak mungkin bangkit kembali dalam kebaruan.
Amsal 24:16, “Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.”
Tuhan Yesus dapat bangkit dari kematian karena di dalam Dia ada hayat Allah. Karena itu walaupun telah melewati maut, Ia tidak musnah, bahkan muncul kembali dalam kesegaran dan kemuliaan kebangkitan. Tuhan mencurahkan jiwa-Nya ke dalam maut, dan menyerahkan Roh-Nya yang mengandung hayat Allah ke dalam tangan Allah, karena itu ia dapat bangkit kembali. Kematian-Nya hanya sekedar menanggalkan hayat jiwa, sehingga hayat Allah terekspresi lebih agung dan lebih cemerlang.
Doa: O Tuhan Yesus, terima kasih untuk hayat ilahi yang telah Engkau berikan dalam roh kami, sehingga kami tidak takut menyerahkan hayat jiwa ke dalam maut, karena kami percaya, kami mati untuk dibangkitkan dalam kebaruan, sehingga hayat Allah di dalam kami dapat terekspresi lebih agung dan lebih cemerlang. Amin!