Saul dan Daud sama-sama menerima curahan Roh Tuhan melalui pelayanan Samuel (1 Samuel 16:13-14), yang membedakan keduanya adalah kelanjutannya. Sementara Roh Tuhan terus berkuasa atas Daud, Roh Tuhan malah mundur dari Saul. Semua orang bisa menerima curahan Roh, tetapi hanya sedikit orang yang dapat membuat Roh Tuhan yang sudah tercurah itu terus berkuasa/mengambil kendali atas kehidupannya. Untuk menerima curahan Roh Tuhan kita hanya butuh terhubung dengan seorang hamba Tuhan yang diurapi, tetapi untuk membuat Roh Tuhan terus berkuasa atas kita dibutuhkan kualitas hidup tertentu. Kualitas hidup yang harus dibangun:
1. Hidup dalam tuntunan Roh-Nya
Tuhan menempatkan Roh-Nya dalam hidup kita dengan hasrat untuk memimpin kita berjalan dalam jalan-Nya. Itu sebabnya Dia pasti memberikan arahan dan tuntunan-Nya entah melalui pemimpin kita atau secara langsung. Masalahnya apakah kita memilih untuk hidup dalam tuntunan-Nya atau tidak. Saul memilih untuk tidak hidup dalam tuntunan Roh-Nya (1 Sam. 13:5-14; 15:18-19, 24), apa pun yang Tuhan perintahkan selalu “dipelesetkan” atau “didiskon,” itu sebabnya Roh Tuhan mundur dari padanya.
Sementara Daud memilih untuk terus hidup dalam tuntunan Roh-Nya, apa pun keputusan yang harus dia ambil, dia selalu meminta tuntunan Roh-Nya dan dia bertindak sesuai dengan tuntunan Roh tersebut (1 Sam. 22:3-5; 23:1-5, 10-14). Ketika dia mengambil keputusan, yang menjadi pertimbangan utamanya adalah tuntunan Roh-Nya, bukan pendapat orang atau situasi, itu sebabnya Roh Tuhan terus berkuasa atasnya.
2. Hidup dalam tuntunan suara hati nurani.
Sekali waktu Daud memiliki kesempatan emas untuk membunuh Saul, tetapi saat ingin menjamah Saul hatinya berdebar (hati nuraninya berbicara). Semua pengikutnya mengatakan inilah waktu penggenapan janji Tuhan bagi Daud. Kesempatan sangat terbuka untuk membunuh Saul, tapi kembali Daud menunjukkan bahwa pertimbangan utamanya dalam mengambil keputusan bukanlah situasi atau pendapat orang, melainkan suara hati nurani.
Bahkan kesempatan itu datang sekali lagi, tapi Daud tetap mengikuti tuntunan suara hati nuraninya (I Sam. 24:1-8; 26:1-12), padahal secara logika, jika dia membunuh Saul saat itu, dia tidak akan menjadi buronan raja lagi, dia bahkan akan menjadi rajanya. Itulah yang menyebabkan Tuhan berkenan dan terus berkuasa atas kehidupannya.
3. Hidup dikuasai visi dan bebas dari ambisi (1 Sam. 18:6-11).
Daud baru selesai mengalahkan Goliat dan seluruh prajurit pulang dengan penuh kemenangan. Mereka disambut dan dalam penyambutan itu para wanita bernyanyi, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tapi Daud berlaksa-laksa”. Mendengar itu Saul kecewa, marah, iri, dan merasa tidak aman. Sejak saat itu Saul membenci Daud dan berusaha membunuhnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena ambisi! Ambisi membuat hati kita mudah tercemar, kecewa, iri, dan merasa tidak aman.
Daud dikuasai oleh visi dan bebas dari ambisi, itu sebabnya hatinya terjaga aman. Bahkan saat Saul membuat hidupnya menderita dengan menjadi buronan raja, dia tidak sakit hati dan kecewa. Itu sebabnya saat dia memiliki kesempatan emas untuk membunuh Saul, dia tidak melakukannya. Visi membuat hati kita merasa aman, tidak mudah tercemar, tidak mudah kecewa, dan tidak mudah sakit hati.
Orang yang dikuasai visi Tuhan akan mewujudkan visinya dengan cara-cara Tuhan dan dalam waktu Tuhan. Orang yang dikuasai ambisi akan mewujudkan ambisinya dengan cara-cara manusiawi (menghalalkan segala cara) dan dalam waktunya sendiri (sesegera mungkin). Visi membuat Roh Tuhan terus berkuasa atas kita dan membuat Roh Tuhan terus berkuasa atas kita, tapi ambisi akan membuat Roh Tuhan mundur dari pada kita.
Baca pula: Jika Roh Tuhan Terus Berkuasa Atas Kita.