“…, ia sujud sampai ke tanah tujuh kali, hingga ia sampai ke dekat kakaknya itu. Tetapi Esau berlari mendapatkan dia, didekapnya dia, dipeluk lehernya dan diciumnya dia, lalu bertangis-tangisanlah mereka.
Jawab Yakub: “Anak-anak yang telah dikaruniakan Allah kepada hambamu ini.” Jawabnya: “Untuk mendapat kasih tuanku.” Tetapi kata Esau: “Aku mempunyai banyak, adikku; peganglah apa yang ada padamu.”
Tetapi kata Yakub: “Janganlah kiranya demikian; jikalau aku telah mendapat kasihmu, terimalah persembahanku ini dari tanganku, karena memang melihat mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah, dan engkau pun berkenan menyambut aku.” (Kejadian 33:3-10)
Pada pasal sebelumnya diceritakan tentang pergumulan ketakutan Yakub untuk menghadapi Esau, setelah dua puluhan tahun menghindarinya. Yakub berdoa di Sungai Yabok dan di situ Tuhan mengubahkan kualitas nature kehidupan Yakub (Penipu) menjadi Israel (Pangeran Allah).
Saya pikir, seyogianya pergumulan Yakub tentang Esau telah berakhir di situ. Saya yakin Yakub juga berpikir yang sama dengan saya. Tapi ternyata tidak.
Saat harus benar-benar menghadapi Esau, ketakutan itu kembali menyeruak ke permukaan. Sengatnya mungkin tidak setajam dan se-menyesakkan dahulu, karena Tuhan telah menjamah dan mengubahkan kualitas naturenya, namun ia masih ketakutan.
Pernahkah anda mengalami hal yang sama? Dalam hadirat-Nya dijamah Tuhan dan mengalami perubahan? Semua beban dan ketakutan terangkat. Tapi beberapa waktu kemudian, saat menghadapi masalahnya, anda kembali ke bentuk semula. Masih lemah dan takut. Apa yang terjadi? Mengapa demikian?
Rupanya untuk mengalami perubahan kehidupan secara permanen ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: kualitas dan mentalitas. Sebelum kita berjalan lebih jauh, untuk menyamakan persepsi, mungkin saya perlu memberikan pengertian mentalitas terlebih dahulu.
Secara sederhana mentalitas dapat diartikan sebagai cara kita berpikir dan berperasaan. Perubahan kualitas nature kehidupan hanya bisa dikerjakan oleh Allah Roh Kudus sendiri, sedangkan perubahan mentalitas adalah bagian kita untuk mengerjakannya.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).
“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Filipi 4:8).
Secara kualitas, nature Yakub telah diubahkan, tapi masalahnya secara mentalitas ia belum mengalami perubahan. Secara nature ia telah memiliki kualitas sebagai Pangeran Allah (orang yang memerintah dengan otoritas), namun mentalitasnya masih Penipu (Orang yang mendapatkan sesuatu dari belas kasihan atau kelengahan orang lain).
Masih ada mentalitas ‘budak’ dalam diri Yakub. Terbukti ia memanggil dan memperlakukan dirinya sendiri sebagai ‘hamba’ serta memanggil dan memperlakukan Esau sebagai ‘tuan.’ Padahal Esau memanggil dia sebagai ‘adikku’ dan memperlakukan dirinya sebagai adik, bukan sebagai hamba.
Orang yang memiliki mentalitas budak dalam dirinya, selalu ‘merasa’ diri sebagai budak dan ‘merasa’ orang lain memandang dan memperlakukan dirinya sebagai budak.
Yakub harus mulai belajar berpikir dan berperasaan secara baru. Ia telah diubah menjadi Israel (Pangeran Allah). Jadi ia harus mulai menanamkan pikiran dan perasaan sebagai pangeran Allah, bukan lagi Yakub.
Nature kita yang baru, tercipta dan dibentuk oleh Firman Tuhan. Kita harus lebih percaya terhadap Firman Tuhan dari pada terhadap pikiran dan perasaan kita sendiri yang nota benenya terbentuk dari berita-berita dan informasi yang disampaikan oleh dunia ini.
Mentalitas kita harus mengikuti kualitas nature kita, sehingga kualitas dan mentalitas menjadi sama. Kualitasnya pangeran Allah, mentalitasnya pun pangeran Allah. Inilah yang belum dimiliki oleh Yakub. Yakub memiliki kualitas nature sebagai pangeran Allah namun mentalitasnya masih budak.
Kebanyakan orang Kristen mengalami hal yang sama. Walaupun kualitas nature mereka sudah anak-anak Allah, anak-anak Raja, namun mentalitasnya masih budak.
“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!” Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah” (Roma 8:15-16).
Firman Tuhan dengan jelas berkata bahwa setelah kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, maka roh anak masuk ke dalam hidup kita dan roh perbudakan yang selama ini membuat kita takut tersingkir dari hidup kita. Kita bukan lagi ‘budak,’ tetapi ‘pangeran Allah.’
Tapi seringkali antara kualitas kehidupan yang di dalam dan mentalitas yang di luar belum terjadi kesepakatan. Kualitasnya pangeran Allah namun mentalitasnya masih budak. Itu sebabnya, walau pun tahu persis bahwa kita adalah pangeran Allah, tapi seringkali kita masih hidup sebagai budak, penuh dengan kelemahan dan ketakutan.
Apa yang harus kita lakukan? Selaraskan mentalitas kita dengan kualitas yang sudah tercipta secara baru di dalam diri kita. Selaraskan cara berpikir dan berperasaan kita dengan apa yang telah Tuhan firmankan tentang kita sebagai seorang ciptaan baru.
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5).
“…, kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus” (2 Korintus 10:5).
Kita harus menawan segala pikiran dan perasaan dan menaklukkannya kepada Kristus. Kristus adalah pola ciptaan baru. Jadi kita harus menawan segala pikiran dan perasaan lalu menaklukkannya kepada pola ciptaan baru.
Pikiran dan perasaan kita harus selaras dengan pola ciptaan baru. Saat mentalitas kita sudah diubahkan sesuai pola ciptaan baru, maka kita bisa hidup dalam kepenuhan ciptaan baru (baca: Kristus).
Itulah perbedaan antara kualitas dan mentalitas. Saya berdoa, kiranya kita semua bisa hidup dan berjalan dengan mentalitas ciptaan baru: Kita berpikir dan berperasaan sama seperti Kristus, kita hidup dan berkuasa seperti pangeran Allah!
Baca juga: Cara Mengalahkan Ketakutan.