“Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan” (Yohanes 3:14).
Injil Yohanes menggambarkan kematian Yesus dengan tiga gambaran, yang pertama adalah sebagai Anak Domba Allah, yang kedua sebagai ular tembaga yang ditinggikan, dan yang ketiga sebagai sebutir biji gandum. Kemarin kita telah merenungkan yang pertama, hari ini mari kita renungkan yang kedua: Ular tembaga yang ditinggikan.
Ini mengacu kepada kisah Israel di padang gurun, ketika satu kali mereka memberontak terhadap Allah dan Musa, lalu mereka dipagut ular tedung sehingga mati. Lalu mereka bertobat, dan Tuhan menyuruh Musa untuk membuat ular tembaga yang ditinggikan di atas tiang. Setiap orang yang dipagut ular dan memandang kepada ular tembaga yang ditinggikan itu akan tetap hidup.
“Lalu Musa membuat ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup” (Keluaran 21:9).
Ular tembaga itu melambangkan Yesus yang ditinggikan di atas kayu salib. Kematian-Nya telah meremukkan kepala si ular tua, yaitu Iblis, dan membasmi racunnya, yaitu sifat dosa yang ada dalam diri manusia. Sehingga dosa tidak berkuasa lagi atas hidup kita.
“Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus” (Roma 6:11).
Melalui kematian-Nya, Yesus telah meremukkan kepala si ular tua, yaitu Iblis, dan membasmi racunnya, yaitu sifat dosa sehingga dosa tidak berkuasa lagi atas hidup kita.
Baca juga: Anak Domba Allah