Kejadian 9:1, “Lalu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi.”
Kejadian 9:3-4, “Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan.“
Setelah gagal dengan Adam, Allah seperti memulai permulaan yang kedua dengan Nuh. Semua hayat manusia, hewan, dan tumbuhan dimusnahkan dengan air bah, kecuali yang ada dalam bahtera Nuh.
Setelah air bah surut, semua yang ada dalam bahtera keluar dari dalam bahtera, maka Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman supaya mereka beranakcucu dan bertambah banyak serta memenuhi bumi. Ini adalah berkat dan perintah yang sama seperti yang diberikan Allah kepada Adam.
Setelah itu Allah mengatur tentang makanan manusia. Jika di taman Eden, manusia hanya diberikan makanan berupa hayat nabati, maka dimulai dengan Nuh, manusia diberikan makanan berupa hayat hewani, di samping hayat nabati, dengan perkecualian, daging yang masih ada nyawanya atau darahnya, tidak boleh dimakan. Jadi sejak zaman Nuh, makanan manusia mengalami perubahan, yaitu bukan hanya hayat nabati, tapi juga hayat hewani.
Ini adalah sebuah perlambangan. Mengapa Allah menyuruh manusia hanya makan hayat nabati pada zaman Adam? Karena manusia belum jatuh ke dalam dosa. Mengapa Allah menyuruh manusia makan hayat hewani juga pada zaman Nuh? Karena manusia telah jatuh ke dalam dosa. Karena telah jatuh maka manusia perlu penebusan dan penebusan memerlukan penumpahan darah, dan penumpahan darah ada dalam hayat hewani.
Ibrani 9:22, “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.”
Yohanes 6:54-55, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.”
Di sepanjang Alkitab, Allah selalu menyatakan diri-Nya sebagai hayat nabati atau hayat hewani untuk menjadi makanan bagi umat-Nya.
Doa: O Tuhan Yesus, Terima kasih karena Engkau selalu menjadi makanan yang membuat kami hidup, kuat, dan bertumbuh. Amin!