Yohanes 12:25, “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.”
Ketika kita berbicara tentang menyerahkan hayat jiwa ke dalam maut, jangan salah mengerti, ini bukan berarti kita kehilangan jiwa kita. Hayat Jiwa tidak dilenyapkan, melainkan membuatnya melalui maut. Ketika hayat jiwa mati, tidak ada lagi yang kita lihat dan rasakan, maka Allah (bukan diri sendiri) akan dapat menggunakan hayat jiwa tersebut untuk menyalurkan hayat Allah kepada orang lain. Jadi jika diserahkan kepada maut, hayat jiwa kita tidak lenyap dalam maut, melainkan dibangkitkan dalam kebaruan, dan akan terpelihara untuk hidup kekal. Ini seperti Tuhan Yesus masuk ke dalam maut, dan tidak lenyap dalam maut, melainkan dibangkitkan dalam kebaruan.
Menyerahkan jiwa kepada maut juga tidak berarti kita kehilangan seluruh fungsi jiwa kita, sehingga kita menjadi orang yang tanpa kesadaran, tanpa pikiran dan perasaan, seperti kayu dan batu. Fungsi jiwa, yaitu pikiran, emosi, dan tekad tetap digunakan seperti semula, hanya sekarang telah diperbarui, diperkuat, dan dikendalikan oleh Roh Kudus. Jadi persoalannya adalah apakah fungsi jiwa kita diperkuat dan dikendalikan oleh diri sendiri (hayat jiwa – ego), atau diperkuat dan dikendalikan oleh Roh Kudus melalui roh manusia kita? Organ dan fungsinya tetap ada, hanya hayat yang menjadi tuannya telah diserahkan kepada maut, dan membiarkan Roh Kudus dengan hayat Allah yang adikodrati menjadi hayat dari organ dan fungsi jiwa tersebut. Dengan kata lain, kita tidak lagi “menuani” diri sendiri, melainkan menjadikan Roh Kristus sebagai Tuhan yang “menuani” hidup kita.
Doa: O Tuhan Yesus, kami menyerahkan hayat jiwa kami ke dalam maut, agar Kristus yang menjadi hayat dari organ dan fungsi jiwa kami. Kami menyerahkan fungsi jiwa kami untuk dikendalikan sepenuhnya oleh-Mu ya Tuhan. Amin!