I Korintus 3:1, “Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.“
Kita harus memahami bahwa sasaran kita adalah menjadi manusia rohani, bukan menjadi satu roh. Jika kita dapat membedakan keduanya, kehidupan rohani kita tidak akan kering dan pincang. Kita adalah manusia dan selamanya akan menjadi manusia. Namun, keberhasilan kita yang tertinggi sebagai manusia adalah menjadi manusia rohani. Malaikat-malaikat itu roh, bukan manusia, mereka tak mempunyai tubuh dan jiwa. Kita manusia memiliki roh, tetapi juga memiliki jiwa dan tubuh. Karena itu sasaran kita adalah menjadi manusia rohani, bukan menjadi roh atau malaikat.
Manusia rohani adalah manusia yang taat kepada pengawasan dan penguasaan rohnya. Menjadi manusia rohani tidak berarti kita kehilangan fungsi jiwa, melainkan fungsi jiwa kita takluk kepada penguasaan roh. Kita tetap memiliki tekad, pikiran, dan emosi, karena unsur-unsur inilah yang membuat kita menjadi manusia. Jika ketiganya tidak berfungsi lagi maka kita sudah bukan manusia. Banyak orang Kristen mau menjadi malaikat, tapi Tuhan menghendaki kita menjadi manusia rohani atau manusia Allah, bukan malaikat.
Walaupun seorang manusia rohani tidak hidup oleh jiwanya, namun ia tidak melenyapkan unsur jiwa tersebut. Sebaliknya unsur-unsur jiwa itu bersatu dengan rohnya, dan menjadi sarana untuk mengekspresikan Kristus dalam rohnya. Tekad, emosi, dan pikirannya sama sekali tunduk di bawah pimpinan intuisi rohnya.
Doa: O Tuhan Yesus, jadikan kami manusia rohani, manusia Allah, bukan malaikat. Amin!