I Korintus 14:13-15 Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku.
Dalam ayat di atas dikatakan, ada orang yang berdoa dengan roh, ada juga yang berdoa dengan akal budi (pikiran). Dalam konteksnya, berdoa dengan roh di sini adalah berdoa dengan bahasa lidah (yang tidak dimengerti), dan berdoa dengan akal budi adalah berdoa dengan bahasa yang dimengerti. Ada orang Kristen yang lebih suka berdoa dengan roh (yang tidak dimengerti) daripada berdoa dengan akal budi. Tapi di sisi lain ada juga orang Kristen yang lebih suka berdoa dengan akal budi karena dia mengerti, daripada berdoa dengan roh karena ia tidak mengerti bahasanya. Yang manakah yang lebih baik?
Di ayat 15, rasul menyimpulkan: “Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku.” Artinya berdoa dengan roh dan akal budi, keduanya baik dan keduanya diperlukan. Sebaiknya kita melatih diri untuk selalu berdoa dengan roh dan akal budi. Jika berdoa dengan roh saja, maka kita hanya akan bisa merasakan pergerakan Allah dalam roh, tetapi tidak bisa memahami dan mengutarakannya dengan kata-kata. Sebaliknya, jika kita berdoa dengan pikiran saja, maka kemungkinan besar doa yang kita naikkan tidak berasal dari roh. Jadi sebaiknya, kita melatih diri untuk berdoa dengan roh dan akal budi secara seimbang, sehingga kita bisa merasakan pergerakan Allah di dalam roh, dan pikiran bisa memahami apa yang kita rasakan tersebut lalu dapat mengutarakannya dengan kata-kata yang tepat dan bermakna, Doa yang diutarakan dengan kata-kata yang tepat dan bermakna inilah yang disebut doa pikiran.
Selanjutnya di ayat 19, rasul menyimpulkan lagi: “Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.” Jadi, ini bukan soal selera, melainkan soal kebergunaan. Dalam pertemuan jemaat, kita tidak bisa melakukan apa pun sesuai selera kita, kita harus lebih mengutamakan kebergunaan untuk seluruh jemaat. Berdoa singkat untuk mengutarakan apa yang dirasakan dalam roh dengan kata-kata yang tepat dan dapat dimengerti jauh lebih berguna untuk membangun jemaat, dibandingkan berdoa panjang dengan bahasa yang tidak dimengerti.
Jadi ketika sendiri di rumah, kita bisa berlatih berdoa dengan roh dan akal budi. Mungkin awalnya berdoa dengan bahaas lidah (yang tidak dimengerti) untuk melatih roh. Tapi sepanjang berdoa dengan bahasa lidah itu, pikiran harus tertuju kepada roh dan mengikuti roh, sehingga siap untuk menerima pemahaman tentang apa yang dirasakan dalam roh. Setelah memahaminya, pikiran harus mengutarakannya dengan kata-kata yang tepat dan bermakna. Jika sudah terlatih seperti itu, maka dalam pertemuan jemaat, kita bisa berdoa dengan roh tanpa perlu berkata-kata dengan bahasa lidah lagi karena rohnya sudah terlatih; kita tinggal menaikkan doa pikiran untuk mengutarakan apa yang kita rasakan di dalam roh. Maka semua jemaat yang mendengarkan pengutaraan doa itu akan diberkati, disegarkan, dan dibangun. Lalu bagaimana jika Anda tidak dapat berkata-kata dengan bahasa lidah? Masih banyak cara lain untuk melatih roh, misalnya dengan menyeru nama Tuhan atau mendoa-bacakan Firman. Setiap saat, dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menyeru nama Tuhan untuk melatih roh. Prinsipnya adalah: dalam berdoa, kita harus melatih roh dan pikiran.
Doa: O Tuhan Yesus, kami mau berlatih berdoa dengan roh dan pikiran, sehingga kami bisa dipakai untuk membangun jemaat melalui doa dan pembicaraan kami. Kami percaya melalui pengutaraan yang tepat yang berasal dari roh, jemaat akan diberkati, disegarkan dan dibangun. Amin!