Kaum wanita memiliki potensi untuk menaikkan doa yang melahirkan sejarah baru seperti Hana (I Samuel 1:1-28). Hana berdoa untuk seorang anak, dan lahirlah Samuel. Samuel adalah sejarah baru dalam kekristenan.

Sebelumnya nabi tidak dapat berfungsi sebagai raja dan raja tidak dapat berfungsi sebagai imam. Dalam diri Samuel jabatan imam, raja, dan nabi dirangkap sekaligus. Sebelumnya hanya keturunan nabi yang dapat menjadi nabi, demikian pula dengan imam dan raja.
Samuel bukan dari keturunan nabi, tapi dia dapat berfungsi sebagai nabi. Dia bukan dari keturunan imam tapi bisa berfungsi sebagai imam, dan bukan dari keturunan raja tapi berfungsi sebagai raja.
Bagaimana doa kita bisa melahirkan sejarah baru? Inilah kuncinya:
1. Berdoalah dari kepedihan hati yang terdalam.
“Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana pergi ke rumah TUHAN, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan” (ayat 7).
Hana berdoa dari kepedihan hati yang terdalam. Dari tahun ke tahun, setiap kali pergi ke rumah Tuhan ia menangis dan tidak mau makan. Itulah yang terjadi hari-hari ini, setiap minggu rumah Tuhan menjadi tempat yang terbaik untuk menangis bagi para wanita.
Tetapi ini waktunya para wanita tahu, menangis dan mogok makan bukanlah jalan keluar untuk kepedihan yang dialaminya. Dari tahun ke tahun kisah sedih itu terus terulang sampai sekali waktu Hana mengambil keputusan untuk berdoa di rumah Tuhan,
“Pada suatu kali, setelah mereka habis makan dan minum di Silo, berdirilah Hana, sedang imam Eli duduk di kursi dekat tiang pintu bait suci TUHAN, dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu” (ayat 9-10).
Sejarah baru pun mulai diukir dalam rumah Tuhan …
2. Berdoalah sampai kepentingan Tuhan menjadi prioritas utama di atas kepentinganmu.
Hana terus berdoa, sampai sekali waktu ia dibukakan bahwa Tuhan juga punya kepentingan. Waktu itu Tuhan tidak dapat lagi berbicara kepada umat-Nya, karena imam Eli, juru bicara Allah waktu itu, tidak dapat lagi mendengar dan menyuarakan suara Allah. Dia hanya menyuarakan suara kepentingan pribadinya atas nama Allah,
“….Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering. Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya” (I Samuel 3:1-2). Itu sebabnya ia telah ditolak Allah,
“Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau dgn korban sajian untuk selamanya” (I Samuel 3:14).
Hana mulai mengerti bahwa Tuhan juga butuh seorang laki-laki yang mau terbuka untuk mendengar dan menyuarakan suara-Nya, yang bisa dipakai untuk menggantikan imam Eli.
Hana mulai melihat dan menyadari bahwa kepentingan Allah lebih penting dari pada kepentingannya sekarang, dan inilah titik temunya: ia dapat memberikan apa yang Tuhan butuhkan jika kebutuhannya akan seorang anak terpenuhi. Itu sebabnya ia bernegosiasi dengan Tuhan,
“TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya” (I Samuel 1:11).
Dengan kata lain Hana berkata, “Tuhan, berikan apa yang kubutuhkan dan rindukan, yaitu seorang anak laki-laki; maka aku akan mendidik dan membesarkan anak itu untuk kemudian bisa memenuhi apa yang Kau butuhkan dan rindukan, yaitu seorang yang dapat mendengar dan menyuarakan suara-Mu.” Kini doa Hana tidak lagi berpusat pada kepentingannya pribadi, tetapi tertuju pada kepentingan Tuhan.
Tuhan melihat, negosiasi Hana masuk akal dan Tuhan menerima serta mengabulkannya.
3. Berdoalah sampai apa yang kau doakan menguasai hidupmu sepenuhnya.
Hana begitu antusias dengan doanya, karena ia telah menemukan kepentingan Tuhan dalam doanya.
Selama doa kita hanya berfokus pada kepentingan pribadi, doa akan dipenuhi dengan tangisan dan air mata, tetapi saat doa berpindah fokus dari kepentingan diri sendiri kepada kepentingan Allah, doa akan dipenuhi dengan antusiasme.
Begitu antusiasnya Hana, sampai doanya memenuhi dan menguasai seluruh hidupnya sekarang. Di mana pun ia ada, ke mana pun ia pergi, ia selalu teringat akan doanya itu. Ia begitu hanyut di dalam doanya, sampai-sampai Eli menduga ia sedang mabuk,
“Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu; maka Eli menyangka perempuan itu mabuk” (I Samuel. 1:12-13).
Penyebab mengapa selama ini doa kita kurang menghasilkan adalah karena seringkali kita hanya berdoa secara sekedarnya dan dalam tempo sesingkat-singkatnya, dan setelah itu kita lupa apa yang sudah kita doakan. Apa yang kita doakan tidak menguasai hidup kita.
4. Berdoalah sampai menerima jaminan kepastian akan jawabannya.
Semakin Hana berdoa, semakin Hana tahu bahwa Tuhan telah mendengar dan mengabulkan negosiasinya. Ada jaminan kepastian akan jawabannya dalam hati Hana. Dan Imam Eli memberikan konfirmasinya,
”Jawab Eli: Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari pada-Nya” (I Samuel 1:17).
Jangan berhenti berdoa sampai engkau menerima jaminan kepastian akan jawabannya dalam hatimu! Jadilah pembuat sejarah lewat doa-doamu dengan menaikkan doa yang melahirkan sejarah baru!
Baca juga: Bangkitnya Wanita Allah.