Sadar atau tidak sadar, apa yang ada di dalam kita menentukan sudut pandang dan keputusan kita. Itu sebabnya apa hasil dari kehidupan kita sangat ditentukan oleh apa yang ada di dalam kita.

Kita bisa belajar dari apa yang dialami bangsa Israel. Saat itu mereka sudah ada di depan tanah Kanaan (Bilangan 13-14), tanah yang penuh dengan susu dan madu, yang sudah dijanjikan Tuhan untuk diberikan kepada mereka. Mereka sedang dipenuhi dengan semangat karena sebentar lagi mereka akan memasuki dan menduduki tanah perjanjian tersebut.
Sebelum memasuki dan mendudukinya, Musa mengirim 12 pengintai untuk melihat negeri itu, setiap suku diwakili oleh satu orang. Dan seperti kita ketahui mereka pulang dengan laporan yang berbeda. 10 orang memberikan laporan yang buruk, sementara 2 orang, yaitu Yosua dan Kaleb, memberikan laporan yang baik.
Mereka menceritakan kepadanya: “Kami sudah masuk ke negeri, ke mana kausuruh kami, dan memang negeri itu berlimpah-limpah susu dan madunya, dan inilah hasilnya. Hanya, bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana. Orang Amalek diam di Tanah Negeb, orang Het, orang Yebus dan orang Amori diam di pegunungan, orang Kanaan diam sepanjang laut dan sepanjang tepi sungai Yordan.” Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: “Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!” Tetapi orang-orang yang pergi ke sana bersama-sama dengan dia berkata: “Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita” (Bil. 13:27-31).
Tetapi Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune, yang termasuk orang-orang yang telah mengintai negeri itu, mengoyakkan pakaiannya, dan berkata kepada segenap umat Israel: “Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka” (Bil. 14:6-9).
Sementara 10 orang pengintai berkata, “Mereka terlalu kuat, kita tidak dapat mengalahkan mereka.” Yosua dan Kaleb berkata, “Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!”
Sementara 10 orang pengintai berkata, “Mereka itu raksasa, kita hanya belalang di mata mereka.” Yosua dan Kaleb berkata, “Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita, mereka akan kita telan habis!”
Mengapa ada perbedaan pandangan di antara kedua kubu ini, padahal apa yang mereka lihat dan dengar persis sama. Yang membedakan adalah “apa yang ada di dalam mereka.” Yesus berkata, “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati ….” (Matius 15:18).
Disadari atau tidak, sudut pandang kita ditentukan oleh apa yang ada di dalam kita. Jika di dalam kita penuh dengan kepercayaan kepada Tuhan yang besar, maka saat melihat tantangan, kita akan memandangnya dengan keyakinan dapat mengalahkannya. Tapi jika di dalam kita penuh dengan ketidakpercayaan dan ketakutan, maka tantangan akan selalu terlihat terlalu besar bagi kita.
Saat Goliat memberikan tantangan, Saul dan seluruh prajuritnya dipenuhi dengan ketidakpercayaan dan ketakutan, itu sebabnya Goliat terlihat begitu besar bagi mereka. Tapi saat Daud mendengar tantangan Goliat, ia berkata, “Siapa orang yang tidak bersunat ini, berani-beraninya menantang barisan dari Allah yang hidup!” Apa yang ada di dalam Daud berbeda dengan apa yang ada di dalam Saul dan prajuritnya. Apa yang ada di dalam kita pada akhirnya akan muncul ke permukaan saat menghadapi tantangan.
Jika di dalam kita banyak kepahitan, iri hati, dan rasa tidak aman. maka apa pun dan siapapun yang kita lihat, akan kita lihat dari sudut kepahitan, iri hati, dan rasa tidak aman yang ada di dalam kita. Itu sebabnya kita selalu punya masalah dalam hubungan. Saul penuh dengan kepahitan, kedengkian, dan rasa tidak aman. Itu sebabnya saat seluruh Israel bersukacita atas kemenangan Daud, ia malah kesal dan marah.
Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itu pun jatuh kepadanya. “Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud (I Sam. 18:6-9).
Sudut pandang dan keputusan kita ditentukan oleh apa yang ada di dalam kita. Itu sebabnya kita harus benar-benar memperhatikan apa yang ada di dalam kita. Jika apa yang ada di dalam kita itu benar, sudut pandang dan keputusan-keputusan yang kita ambil akan benar juga. Tapi jika apa yang ada di dalam kita itu salah, maka sudut pandang dan keputusan-keputusan yang kita ambil pun akan salah. Apa yang ada di dalam kita dibentuk dari:
1. Apa dan siapa yang kita dengar.
Kita harus memilah-milah apa dan siapa yang kita dengar. Pastikan kita hanya mendengar input yang Ilahi, agar terbentuk hal-hal yang Ilahi dalam diri kita. Jika yang Ilahi terbentuk di dalam kita, maka sudut pandang kita akan menjadi seperti sudut pandang Allah. Dalam menghadapi apa pun dan siapapun, kita bisa memandang seperti Tuhan memandang.
Siapa yang kita dengar juga sangat berperan membentuk apa yang ada di dalam kita. Jika kita mendengar orang yang penuh kepahitan, kita bisa tercemar dengan kepahitan juga. Pastikan kita hanya mendengar hamba-hamba Tuhan yang terhubung dengan Sorga, maka yang Ilahi akan tertransfer kepada kita.
2. Apa yang kita yakini.
Dari apa dan siapa yang kita dengar, kita harus memilah-milah apa yang harus kita yakini. Pastikan kita hanya meyakini apa yang benar, yang berasal dari Allah. Niscaya kita akan bisa memandang segala sesuatu dari sudut pandang yang benar dan bisa memutuskan segala sesuatu secara benar.
3. Apa yang kita alami.
Pengalaman bukanlah kebenaran, Firman Tuhan adalah kebenaran. Pengalaman yang tidak sesuai dengan Firman tidak boleh dianggap dan diyakini sebagai kebenaran. Banyak orang Kristen menjadikan pengalaman masa lalunya sebagai patokan kehidupannya. Itu adalah hal yang salah, karena Firmanlah yang harus menjadi patokan kehidupan kita.
Itu sebabnya kita harus memilah-milah pengalaman yang akan mempengaruhi hidup kita. Pastikan hanya pengalaman yang sesuai dengan Firman kebenaran yang membentuk kehidupan kita.
Sadarilah bahwa apa yang ada di dalam kita menentukan sudut pandang dan keputusan kita, dan pada akhirnya menentukan hasil kehidupan Anda. Karena itu, mulailah membangun apa yang benar di dalam kita, perhatikan apa dan siapa yang kita dengar, apa yang kita yakini, dan apa yang kita alami.
Baca juga: Kasih yang Menjadikan Kita Lebih dari Pemenang.