
“Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8).
Transaksi dalam doa bukanlah seperti transaksi “membeli kucing di dalam karung,” penuh dengan ketidakjelasan dan ketidakpastian. Doa adalah sebuah transaksi yang jelas dan pasti.
Banyak orang Kristen mendekati Tuhan dengan pendekatan seolah-olah Tuhan tidak tahu apa-apa dan karena itu mudah dibohongi. Orang Kristen yang semacam itu tidak akan berdaya guna doa-doanya.
Bila engkau berdoa, sadarilah bahwa engkau sedang bercakap-cakap dengan seorang Bapa yang sangat cerdas. Dia sudah tahu apa yang akan kau doakan bahkan sebelum engkau mendoakannya. Percakapan di dalam doa bukanlah ajang pemberitahuan atau penjelasan segala sesuatu tentang dirimu kepada-Nya, melainkan ajang komunikasi untuk membangun hubungan dengan-Nya. Masalah-masalah yang ada, diadakan supaya engkau memiliki bahan obrolan dengan-Nya.
Jadi jangan berdoa seperti reporter TV yang sedang melaporkan apa yang dilihatnya, berdoalah sebagai anak yang sedang bercakap-cakap dengan Bapanya tentang apa yang dialaminya, mintalah pendapat dan nasehat-Nya tentang hal itu. Engkau akan mendapatkan pandangan yang berbeda tentang segala hal. Itulah doa!
“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu” (Matius 6:9).
Saat berdoa, kita harus dipenuhi dengan kesadaran bahwa kita datang kepada Bapa yang di Sorga. Perhatikan apa yang dikatakan Alkitab tentang Bapa di Sorga:
“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Matius 7:11).
“Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” (Yakobus 1:17).
Bapa selalu memberikan pemberian yang baik dan anugerah yang sempurna bagi anak-anak-Nya. Hikmat dan kebijaksanaan-Nya sempurna, Dia tidak mungkin salah dalam memperlakukan kita. Jika kita mengenal Bapa yang sempurna ini, maka kita tidak akan mempertanyakan apa yang Dia berikan atau lakukan terhadap kita.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28).
Jelas, bagi anak-anak-Nya yang mengasihi Dia dan hidup dalam rencana-Nya, tidak ada peristiwa buruk yang bisa terjadi jika tidak diijinkan Allah. Tetapi kalau pun sampai terjadi, maka Allah akan mengerjakan segala sesuatunya untuk mendatangkan kebaikan bagi dirinya. Yang buruk pun akan menjadi baik.
Dan lagi, peristiwa buruk tidak akan bisa menjatuhkan dia atau menggagalkan rencana Allah dalam hidupnya.
“TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti” (Mazmur 37:23-25).
Jika engkau berdoa dengan pengenalan akan Allah sebagai Bapamu yang di Sorga seperti ini. Waktu-waktu doamu tidak akan pernah sama lagi
“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu” (Matius 6:9).
Setelah kita memahami dengan atau kepada siapa kita bercakap-cakap dalam doa, selanjutnya kita juga harus memahami sikap kita dalam berdoa: penuh rasa hormat!
Walaupun panggilan “Bapa” menggambarkan sebuah kedekatan, tetapi kedekatan tidak boleh mengurangi rasa hormat terhadap nama-Nya, karena nama-Nya adalah kudus.
“Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan” (Keluaran 20:7).
Kita harus menguduskan/memuliakan nama-Nya, bukan memanfaatkan nama-Nya untuk kepentingan kita.
Jadi dalam berdoa kita harus memiliki sikap hati yang begitu dekat karena Dia adalah Bapa kita, tetapi juga penuh rasa hormat, karena nama-Nya adalah kudus.
KEDEKATAN SEORANG ANAK DENGAN BAPA TIDAK SEHARUSNYA MENGURANGI RASA HORMAT TERHADAP BAPA
“Karena itu berdoalah demikian: …, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga” (Matius 6:9-10).
Setelah kita memahami kepada siapa kita berdoa dan bagaimana sikap hati dalam berdoa, kita juga harus memahami pusat doa kita. Doa harus berpusat pada kepentingan Kerajaan-Nya, bukan kebutuhan kita. Karena itu Yesus mengajarkan bahwa hal pertama yang diminta, sebelum kebutuhan adalah: “datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga.” Dan di akhir pasal 6 ini, Yesus menyatakan:
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).
Kita harus mengutamakan kepentingan kerajaan-Nya, maka segala kebutuhan akan dicukupi dengan limpahnya.
Kita harus sadar bahwa kita berasal dari Kerajaan Sorga, dan selama di dunia ini kita menjadi duta kerajaan-Nya. Itu sebabnya tugas kita adalah membuat kerajaan dan kehendak-Nya terjadi di atas muka bumi. Kita menjadi kepanjangan tangan dari kerajaan-Nya. Yang menjadi hasrat hati kita yang terbesar bukanlah agar kebutuhan kita terpenuhi, melainkan agar kerajaan-Nya datang dan kehendak-Nya jadi di muka bumi ini.
Kita tidak punya keinginan untuk cepat-cepat pulang ke Sorga, tapi justru menghadirkan Sorga di bumi. Itulah kebutuhan seluruh bumi. Doa tidak hanya akan memenuhi kebutuhan kita, tetapi memenuhi kebutuhan seluruh bumi. O…. Betapa mulia dan berkuasanya doa yang benar itu!
“Karena itu berdoalah demikian: …. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Matius 6:9, 11).
Yesus mengajarkan bahwa setelah meminta agar kerajaan-Nya datang dan kehendak-Nya jadi, barulah kita meminta kebutuhan akan makanan. Bahkan ini mengarah juga kepada makanan rohani. Terjemahan bhs Inggrisnya:
“Give us this day our daily bread” (Matthew 6:11 (KJV))
Tetapi hari kita perlu meminta, bukan hanya makanan jasmani tetapi juga makanan rohani. Berdoalah sampai Tuhan memberikan makanan rohani untuk engkau makan (Firman Tuhan untuk engkau renungkan). Dan jalani sepanjang hari itu dengan perenungan Firman yang engkau terima. Maka engkau akan hidup dan kuat menghadapi hari itu.
“Karena itu berdoalah demikian: …, dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:9, 12).
Setelah kita memahami tentang kepada siapa kita berdoa, bagaimana sikap kita dalam berdoa, apa yang kita minta dalam doa, sekarang kita belajar tentang hambatan dalam berdoa.
Dosa adalah penghambat terbesar dalam doa. Selama masih ada dosa di hadapan Tuhan, sebanyak dan segila apa pun, doa kita tetap tidak akan menghasilkan
“Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu” (Yesaya 59:1-2).
Itu sebabnya kita harus membereskan semua masalah dosa dan kesalahan ini dengan mengakuinya dan memohon ampunan-Nya
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:9)
Dosa yang tidak dibereskan di hadapan Tuhan membuat doamu terhalang, bahkan menghalangi engkau untuk berdoa. Akan membuat engkau bersembunyi dari hadapan-Nya
“Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’ Ia menjawab: ‘Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi’” (Kejadian 3:8-10).
Bila engkau bersembunyi dari hadapan-Nya, Tuhan akan terus mencari engkau. Jika engkau membereskannya, maka Tuhan akan mengampuni dan menyucikan engkau dari segala kejahatan.
Dalam meminta ampunan Tuhan, kita juga harus menyadari bahwa Tuhan hanya bisa mengampuni jika kita juga mau mengampuni orang lain.
“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu” (Matius 6:14-15).
Jika demikian, ada 2 hambatan terbesar dalam doa, yaitu: dosa dan hati yang tidak mau mengampuni. Jika engkau berdoa dan tidak menyingkirkan 2 penghambat tersebut. Maka sekuat apa pun engkau berdoa, tidak akan ada hasilnya.
“Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yakobus 5:16).
Karena itu berdoalah demikian: …, dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]” (Matius 6:9, 13).
Setelah doa tentang pengampunan, maka Yesus mengajarkan agar kita berdoa supaya tidak jatuh ke dalam pencobaan. Rupanya doa ini dianggap penting oleh Yesus, karena di taman Getsemani, itulah juga yang dianjurkannya
“Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Matius 26:41).
Tetapi doa agar tidak jatuh ke dalam pencobaan dilakukan setelah pengampunan. Karena ada korelasi di antara keduanya. Seringkali kita masuk ke dalam pencobaan karena kesalahan kita sendiri atau karena tidak mengampuni orang.
“Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu” (Matius 18:34-35).
Bila kita tidak mengampuni dengan segenap hati, maka otomatis kita akan diserahkan kepada algojo (baca: pencobaan) yang akan menggocoh kita.
Ada juga yang masuk ke dalam pencobaan karena terjerat oleh keinginannya yang salah.
“Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun.Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut” (Yakobus 1:13-15).
Jangan membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskan kami dari yang jahat (si jahat = setan), artinya kita meminta kepada Bapa agar jangan sampai kita masuk dalam perangkap setan yang ingin menjatuhkan kita, karena kita percaya Kerajaan, kuasa dan kemuliaan adalah milik Allah. Biar kuasa kedaulatan-Nya berkuasa atas kita dan memimpin jalan kita.
“TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya” (Mazmur 37:23-24).