JANGAN BERTINDAK MENURUT UKURAN HATI NURANI ORANG LAIN

I Korintus 8:10-11 Karena apabila orang melihat engkau yang mempunyai “pengetahuan”, sedang duduk makan di dalam kuil berhala, bukankah orang yang lemah hati nuraninya itu dikuatkan untuk makan daging persembahan berhala? Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena “pengetahuan”mu.

Di Korintus terjadi bahwa orang yang berpengetahuan, yang hati nuraninya lebih kuat, makan daging bekas persembahan berhala dengan bebas di depan orang-orang yang hati nuraninya lebih lemah karena kurang berpengetahuan. Ini membuat orang yang hati nuraninya lemah berpikir bahwa seharusnya mereka juga boleh makan daging bekas persembahan berhala karena mengikuti “teladan” orang yang lebih dewasa rohaninya. Tapi masalahnya hati nurani mereka masih lemah, sehingga ketika mereka memakannya, hati nurani mencela sehingga mereka merasa bersalah. Praktis mereka berdosa kepada Allah, sehingga hati nurani mereka terluka atau ternodai.

Belajarlah bertindak menurut ukuran hati nurani sendiri, dan jangan pernah bertindak menurut ukuran hati nurani orang lain. Jangan melakukan sesuatu hanya karena melihat orang lain, khususnya orang yang lebih dewasa rohaninya boleh melakukan itu, maka kita menganggap kita pun boleh melakukannya. Patokan kita bukanlah apa yang orang lain boleh lakukan, melainkan suara hati nurani kita. Jika kita melakukan sesuatu yang orang lain lakukan, namun hati nurani mencela kita, dengarkanlah suara hati nurani, berhentilah melakukannya.

Ada kecenderungan di antara orang Kristen, jika melihat seorang hamba Tuhan melayani dengan kuasa yang besar, maka semua yang ia lakukan dianggap benar, lalu dijadikan standar perilaku, dan semua orang mengikutinya. Padahal apa yang benar bagi dia, belum tentu benar bagi kita. Lagi pula kita tidak tahu, apakah hamba Tuhan itu sudah berlaku sesuai dengan suara hati nuraninya atau belum. Belajarlah untuk memperhatikan suara hati nurani, itulah patokan kebenaran pribadi kita untuk saat ini. Ingat, patokannya adalah hati nurani kita sendiri, bukan hati nurani atau kelakuan orang lain!

Doa: O Tuhan Yesus, tolong kami untuk berpatokan kepada suara hati nurani kami tentang kebenaran, bukan ukuran hati nurani orang lain. Amin!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*